Aku nggak mo sekolah bunda...
Pernahkah anak kita mengatakan demikian? Atau pernahkah Anda punya pengalaman mengatasi anak yang mogok sekolah?Kalau ya bagaimana Anda mengatasinya?Berhasilkah?
Saat ini saya punya 2 anak kandung. Kakaknya usia 3,5 tahun dan adiknya baru 1,5 tahun dan sengaja si sulung juga belum saya masukkan sekolah (playgroup). Meski anak saya baru 2 orang tapi saya punya ratusan anak di tempat saya bekerja. Setiap tahun, terutama hari-hari atau bulan-bulan awal tahun ajaran baru kejadian anak yang merengek atau bahkan teriak-teriak tidak mau masuk sekolah selalu saya dapati. Tapi bisanya seiring waktu hal tersebut bisa kita atasi. Di
sekolah saya menemukan anak-anak dengan perilaku penolakan terhadap sekolah (school
refusal) menangis, berguling-guling di teras, berteriak (temper tantrum)
minta pulang dan bahkan hanya mau sekolah jika ditunggui mamanya di luar kelas.
Bisa dipahami, memasuki masa sekolah
pertama kali adalah saat-saat menegangkan bagi anak-anak, khususnya playgroup.
Karena untuk pertama kalinya harus merasakan pengalaman berpisah sementara
waktu dengan bundanya atau baby sitternya. Mereka mungkin saja tidak terbiasa
menghadapi rutinitas sekolah dan merasa sangat lelah. Perubahan ini membuat
anak-anak cemas, stres dan akhirnya merasa putus asa. Sekolah bagi anak adalah
sebuah lingkungan baru, aneh, asing, menakutkan, membutuhkan waktu untuk
penyesuaian diri hingga anak benar-benar merasakan nyaman dan aman berada di
tempat itu. Dalam hitungan hari mungkin tak masalah, anak menunjukkan perilaku
seperti itu, semua orang tuapun bisa memahaminya. Tetapi bagaimana jika kondisi
itu berlanjut dari minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai si anak memutuskan
benar-benar tidak mau sekolah???
Apa yang harus kita lakukan untuk
mencegah timbulnya school refusal???
Bunda ada beberapa langkah yang
menurut saya cukup efektif (manjur) untuk mencegah timbulnya school refusal
pada anak. Langkah ini sudah saya bagikan kepada teman-teman saya yang akan
menyekolahkan putra-putrinya usia datita (playgroup). Namun ini kembali
lagi kepada karakeristik anak dan ketelatenan kita sebagai Bunda yah ^^
Berikut Langkah -langkah yang perlu
dilakukan adalah :
1. Amati dan kenali kesiapan anak,
apakah secara emosional sudah siap untuk menerima pendidikan formal di sekolah?
Saya sarankan jangan terbawa tuntutan lingkungan dan ambisi kita sebagai orang
tua misalnya anak tetangga usia 2,5 tahun sudah disekolahkan bahkan sudah les
ini itu. Masa anak saya nggak sekolah juga sih? Padahal setiap anak memiliki
kesiapan yang berbeda-beda. Usia bermain biarkanlah bermain, mengeksplorasi
lingkungannya hingga memiliki kepercayaan atas lingkungannya. Sabarlah menunggu
hingga anak menunjukkan kesiapan dan kebutuhan untuk bersekolah.
2. Bunda langkah berikutnya adalah
ketepatan menentukan sekolah yang akan kita pilih. Kesesuaian karakter anak dan
karakter sekolah sangat penting yah bunda. Pilihlah sekolah yang mencakup
kepedulian akan perkembangan fisik, kognitif, sosial anak (child-centered
kindergarten) Pembelajaran diorganisasikan sesuai kebutuhan-kebutuhan, minat,
dan gaya belajar. Penekanan di sini adalah pada proses belajar, bukan apa yang
didapat anak dan apa yang dipelajari anak. Kesesuaian karakter sekolah dan
karakter anak mempengaruhi tingkat kecemasan, jika tidak sesuai dengan karakter
anak, maka kecemasan anak meningkat. Anak mengalami kesulitan menyesuaikan diri
dengan karakter sekolah. Kecemasan ini pula yang menyebabkan anak putus asa dan
menolak untuk sekolah. Jika Bunda merasa telah salah memilih sekolah, jangan
ragu memindahkan anak ke sekolah yang lebih sesuai dengan karakter anak.
3. Bunda suka mendongeng untuk putra
putrinya??? Jika Bunda sudah menemukan sekolah yang sesuai dengan karakter
anak, usahakan mulai mengenalkan dunia sekolah lewat cerita. Tetapi Bunda
jangan sampai berbohong, dalam arti mengada-ada. Sajikan Fakta-fakta yang telah
bunda dapatkan di sekolah, lalu sampaikan namun dibungkus dengan kisah yang
menarik yah bunda.
4. Ajak anak bermain ke sekolahnya, misalnya sore hari,
perkenalkan lingkungan yang akan menjadi tempatnya belajar. Biarkan anak
menjadi familiar dengan sekolahnya, gedung, halaman, dan tempat bermain
sekolah. Lakukan dengan santai sambil bermain bersama anak.
5. Komunikasikan karakter anak
kepada guru-guru yang akan mengajar yah bunda, informasikan apa adanya, hal ini
akan membantu guru memperlakukan anak kita secara tepat dan menghindari upaya
generalisasi guru terhadap karakter semua anak didiknya.
6. Ketika mulai masuk sekolah,
yakinkan pada anak bahwa bunda akan menjemputnya tepat waktu. Katakan padanya,
di sana akan banyak guru-guru yang baik hati seperti yang bunda ceritakan lewat
dongeng. Guru-guru baik yang siap membantunya dalam segala hal, termasuk akan
membantunya ke toilet untuk pipis atau pup. Bunda harus konsisten, jika
berjanji menjemput sekolah tepat waktu, tepatilah, jangan sekalipun anak
dibiarkan menunggu bunda karena telat menjemputnya. Hal ini untuk menghindari
munculnya ketidak percayaan anak terhadap bundanya dan kecemasan keterpisahan
dapat muncul kembali.
7. Jika anak mulai mengeluhkan
kecemasan yang dirasakan, terimalah dengan terbuka, jangan coba mengingkari
munculnya rasa cemas itu. Tunjukkan rasa empati kepada anak, katakanlah bahwa
bunda juga bisa merasakan apa yang dirasakan anak. Anak akan merasa dihargai
dan ini adalah awal yang baik membangun keterbukaan komunikasi antara bunda dan
anak. Tanyakan kesulitan-kesulitan apa saja yang anak rasakan di sekolah.
8. Sepulang sekolah, biasakan bertanya kepada anak apa saja
yang sudah diajarkan oleh gurunya, dan berilah reward manakala dia mampu
menunjukkan keberanian atau keberhasilan di sekolahnya.
9. Undang beberapa teman baru sekolahnya ke rumah atau ke suatu
tempat, biarkan anak berinteraksi, berkumpul dan bersosialisasi di luar
lingkungan sekolah tetapi tetap bersama teman sekolahnya. Ini membangun rasa
percaya diri dan kenyamanan anak kepada teman sekolahnya.
10. Yakinkan pada anak bahwa
bundanya tidak akan meninggalkan,dan selalu ada untuk anak. Tunjukkan bahwa
bunda memberikan perhatian lebih semenjak anak masuk sekolah, jadilah pendengar
yang baik atas segala keluhan yang anak rasakan,dan jangan menambahkan beban
kepada anak dengan memberikan bermacam-macam les. Jika anak mengatakan lelah,
maka berilah waktu untuk beristirahat dan biarkan anak memutuskan kapan mau
belajar lagi.